2617catatan---ducati.jpg





Banyak yang mengecilkan Casey Stoner, salah satunya gw ambil dari tabloid yang sudah beken ini tapi isinya makin membosankan....mereka gak percaya bahwa memang gak gampang naklukin Ducati, belum coba motornya sih...(padahal gw juga belum coba, tapi dari pengamatan mata kasar gw...ceh ile :)....cuma stoner yang mampu membawanya..). Motor gila yang bawa harus gila, baru sesuai..itu menurut gw sesama bikers...kalo mau yang nyaman sih bawa skubek aja kayak ibu-ibu....berikut petikannya :

Gelar juara dunia Casey Stoner 2007, dulu, dulu sekaleee pernah disangsikan. Bukannya mengecilkan sosok Stoner, lho. Tapi, itu fakta di semua media balap motor ketika itu. Termasuk MOTOR Plus yang rajanya balap motor ini. Stoner dianggap mujur, lantaran Ducati muncul dengan teknologi Desmosedici pada versi MotoGP 800 cc. Teknologi klep tanpa pegas itu, bikin Ducati termehek-mehek di trek lurus. Sementara di tikungan, yu lihat sendiri!

Sekarang atau sampai seri IX MotoGP di sirkuit Sachsenring-Jerman atau di event bertitel Alice Motorrad Grand Prix Deutschland, Stoner masih tetap susah payah. Mundur dua tiga seri sebelumnya, sama saja. Sosoknya tidak seperti Ducati dan Stoner.

Tunggu dulu! Ducati tetap kencang seperti merebut juara dunia 2007. Malah dengan pengembangan sasis karbon, GP9 makin terlihat yahud.

Hanya saja, Yamaha dan Honda, lebih berhasil mengembangkan teknologi yang mereka rintis. Malah, Yamaha dan Honda bisa mengawinkan antara kekuatan dan kelincahan. Apalagi Yamaha, dihuni dua pembalap yang aslinya lincah.

Makanya, Ducati kian kelihatan biasa saja. Itu kelihatannya, lho. Karena lawan makin kuenceng. “Kekuatan motor telah setara untuk semua pabrikan. Tidak ada lagi yang mendominasi seperti awal 800 cc,” komentar Michael Doohan dalam wawancaranya dengan majalah MCN.

Lihat saja. Untuk kategori kecepatan, Stoner berbeda dengan yang dulu. Untuk fastest lap misalnya, dia hanya posisi ke-4. Top speed sebagai andalannya juga telah kalah telak dari Honda yang dipacu Andrea Dovisioso dan Dani Pedrosa.

Maksudnya geneh bo. Jika motor sama, penentunya penunggangnya alias joki alias riders alias pembalapnya. Yang ini, coba dikesampingkan. Sebab, Stoner termasuk dalam jajaran papan atas di kelas para raja. Dia telah belajar banyak dari bengisnya mesin GP9. Dengan motor itu, dia otomatis bisa belajar dari Valentino Rossi. Kan masih jaya-jayanya Ducati, hanya Rossi yang bisa mendekatinya waktu itu.

Stoner kesulitan memang, iya. Para insinyur racing Ducati kalah dalam merancang tulang belulang GP9, agar lincah diajak bermanuver.

Nyatanya, Stoner sering kelelahan. Jangankan melayani Valentino ‘The Doctor’ Rossi. Dengan Pedrosa saja, dia kalah agresif. Sebab, tidak didukung bodi yang enak GP9. Apalagi di Sachsenring kemarin.Ini sirkuit teknikal alias sirkuit yang setiap jengkalnya menggunakan taktik menikung yang prima.

Ducati GP9 seperti keberatan bodi. Bukan itu saja. “Jika diajak terlalu agresif melayani Pedrosa, Lorenzo dan Rossi, roda belakang sering bergeser. Motor kerap under. Maka sering kalah dalam pic-up atau tarikan awal. Tak perlu banyak berspekulasi. Lebih baik finish,” komentar Stoner dalam situs Crash Net.

Dengan kondisi motor sperti itu, wajar aja jika Stoner stres berat. Dengan power yang tidak berimbang dengan rangka, justru pembalap yang dipaksa bekerja ekstra. Ya, ekstra merebahkan motor, ekstra membantu menegakkan motor kembali saat melahap tikungan, ekstra menahan suspensi, esktra konsentrasi memelintir gas agar tenaga tetap terkontrol. Yang terjadi, Stoner diberitakan kena virus. Dia sering kelelahan.

Ya, karena motornya.